- Back to Home »
- Ruhaniyat »
- Ramadhan, Bulan Meng-upgrade Kesucian
Posted by : Alamin Rayyiis
Rabu, 29 Juni 2016
Semua manusia
tercipta dari materi tanah dan ruh. Tanah mempunyai sifat asli kotor dan bahkan
menjijikan. Sebaik apapun makhluk hidup, entah tumbuhan, binatang atau bahkan
manusia ketika mata rantai pengurai terakhir akan menjadikan mereka sebagai
tanah. Ya, itu semua akan membusuk menjadi tanah.
Tanah akan
mempunyai potensi manfaat ketika berpadu dengan unsur air. Entah air itu
datangnya dari hujan, embun atau lembap yang diterpa angin. Tapi hal itu
bukanlah jaminan untuk benar-benar menjadikannya manfaat.
Ada tanah yang
sama sekali tidak bisa menyerap air, sehingga ia menyebabkan banji dan bahkan
tidak bisa menumbuhkan tanaman. Ada tanah yang bisa menyerap air sehingga bisa
sekedar menghalau banjir, tetapi tetap tidak bisa menumbuhkan tanaman. Dan ada
tanah yang bisa menyerap air sekaligus menumbuhkan tanaman. Jenis tanah ketiga
inilah yang paling bermanfaat, ia bisa menghalau banjir sekaligus menumbuhkan
ragam tumbuhan.
Itu adalah
perumpamaan wujud manusia yang terdiri dari jasad dan ruh. Jasad kita dari
tanah dan ruh kita dari Allah. Bila hidup hanya bermodal jasad atau penampakan
fisik saja, niscaya kita tidak mempunyai nilai di hadapan Allah. Jasad kita
harus disempurnakan dengan ruh atau jiwa yang suci.
Oleh karena itu
kita harus menjaga kesucian ruh yang telah Allah berikan sejak kita diciptakan
olehNya. Allah berfirman falamma sawaituhu wa nafakhtu fiihi min ruhi.. Ketika
Allah telah menciptakan kerangka kita, kemudian Allah meniupkan ruh ke dalam
jasad kita. Allah menggunakan kata pemilikan Aku dalam ruh, Allah mengatakan
ruh-Ku. Hal ini tidak lantas dimaknai dengan al-ittihad atau
manunggaling kawulo gusti ala al-Hallaj maupun Siti Jenar.
Penisbatan ruh
kepada Allah merupakan karunia dan kemuliaan bagi manusia. Bahwa adanya dirinya
bisa bergerak, mendengar, merasa dan berjalan merupakan kuasa Allah yang
diberikan kepada manusia. Dan ruh ini sifatnya suci, putih sekaligus bening.
Dalam
perjalanannya kedua materi manusia akhirnya tumbuh. Bedanya bila jasad semakin
lama semakin menuju kepunahan, adapun ruh semakin lama semakin hidup menuju
kedewasaan dan keabadian.
Namun begitu,
tidak bisa dipungkiri bahwa semakin lama, ruh atau jiwa kita semakin terkotori
oleh hawa nafsu. Ruh yang dulunya suci ditiupkan oleh Allah, perlahan berganti
dengan tiupan dan bisikan setan. Maka di momen Ramadhan ini sebenarnya Allah
membuka peluang untuk mensucikan kembali fitrah jiwa yang dahulu pernah
diberikan Allah.
Ruh yang dari
Allah ini akan kembali menjadi suci bila kita memahami hakikat asma dan sifat
Allah. Di bulan puasa ini, kita mempunyai peluang untuk memaksimalkan perilaku
atau sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah.
Pertama, Allah
sebagai Dzat yang tidak makan dan minum. Maka ketika bulan puasa ini, di waktu
tertentu kita juga dilarang untuk mengkonsumsi makanan maupun minuman. Kita
diminta sejenak berhenti menumbuhkan jasad, tapi Allah meminta untuk
menumbuhkan jiwa atau ruh kita.
Kedua, Allah
sebagai Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Maka ketika puasa kita juga
disunahkan untuk memberi ifthar kepada orang yang berpuasa. Dan ketika itu kita
mendapat pahala yang sama dengan orang puasa tanpa mengurangi pahala orang
tersebut. Kita juga dianjurkan lebih giat lagi bersedekah dan berbagi saat
Ramadhan, hal itu untuk menumbuhkan rasa kasih sayang di dalam jiwa kita.
Ketiga, Allah
adalah Dzat yang tidak beristri, tidak bernak dan tidak pula menganakkan. Di
bulan puasa ini kita pun dilarang untuk berhubungan layaknya suami istri.
Di antara karakteristik
puasa adalah, bila ibadah-ibadah lain merupakan perintah untuk melakukan
sesuatu. Maka puasa adalah ibadah yang sifatnya perintah untuk meninggalkan
sesuatu. Di sini Allah ingin mengajarkan keseimbangan dalam berperilaku. Ada
kalanya kita melakukan sesuatu, ada kalanya kita menahan diri untuk tidak
melakukan sesuatu. Ada kalanya kita mengalah tapi ada kalanya kita melawan atau
membela diri.
Karakteristik
lainnya adalah, puasa merupakan perintah untuk meninggalkan sesuatu yang asasi
dalam makhluk hidup; makan dan berkembang biak. Di sini Allah ingin mengajarkan
bahwa ketika kita bisa meninggalkan sejenak hal-hal yang asasi, seharusnya kita
bisa meninggalkan hal-hal yang memang harus ditinggalkan, yaitu sesuatu yang
haram maupun makruh.