- Back to Home »
- Ruhaniyat »
- BUAH DARI KEIKHLASAN
Posted by : Alamin Rayyiis
Jumat, 13 Mei 2016
Allah memerintahkan umat Islam untuk selalu
beramal saleh. Seperti yang kita ketahui, amal saleh akan diterima oleh Allah
ketika amal tersebut sesuai dengan tuntunan Rasulullah sekaligus murni ikhlas
hanya ditujukan kepada Allah.
Ikhlas merupakan wilayah atau dimensi batin
dari seorang manusia, namun begitu, ada beberapa indikasi lahir yang
mengisyaratkan tentang apakah amalan-amalan kita masuk kategori ikhlas atau
tidak.
Keikhlasan seseorang (baca: diri kita sendiri)
bisa dideteksi ketika keikhlasan itu menghasilkan buahnya. Seperti tetumbuhan,
kita tahu bahwa pohon itu merupakan pohon kelapa ketika ia menumbuhkan buah
kelapa, kita tahu bahwa pohon itu adalah pohon anggur ketika ia menumbuhkan
buah anggur. Demikian halnya keikhlasan, kita bisa ‘tahu’ amalan kita ikhlas
atau tidak ketika kita memperhatikan buah-buah dari keikhlasan itu.
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya al-Ikhlash
wan Niyyahmenyebutkan beberapa faidah atau buah dari ikhlas;
1.
As-Sakinah an-Nafsiyah, ketenangan jiwa. Efek
ikhlas bagi seseorang adalah hati yang selalu merasa tumakninah, tentram dan
selalu berlapang dada. Hatinya sudah bermuara pada satu tujuan yaitu ridha
Allah swt.
Allah memberi sebuah permisalan
dalam surat az-Zumar: 29:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا
رَّجُلًا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِّرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ
مَثَلًا ۚ الْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Allah membuat perumpamaan (yaitu)
seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat
yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang
laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah
tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
Seseorang yang mempunyai satu
majikan akan mendapatkan ketenangan dalam jiwanya, semua perintah yang
disampaikan oleh majikannya dilakukan dengan hikmat dan sempurna, sehingga
majikannya pun puas dengan hasil yang dicapai oleh budak atau hambanya. Berbeda
dengan seorang budak yang mempunyai banyak majikan, terlebih bila
majikan-majikan itu mempunyai perintah dan permintaan yang berbeda-beda, si
budak pun akan kualahan menunaikan perintah mereka. Dalam kondisi itu, apakah
si budak mendapatkan ketentraman dalam jiwanya?
2.
Al-Quwwah ar-Ruhiyah, kekuatan ruh. Ruh memang
materi yang tidak kasat mata, tidak bisa dindera oleh kulit tangan dan kaki
kita. Namun demikian, ruh lah yang menjadi unsur utama dalam diri manusia.
Manusia dikatakan hidup ketika ruh masih bersamayam di dalam dirinya, dan ia
dikatakan mati ketika ruh meninggalkan tubuhnya. Oleh karena itu, kuat dan
lemahnya jasad, daging, kulit, tulang dan semua yang terkait dengan anggota
badan tidak bisa terlepas dari kuat lemahnya ruh.
Bilal bin Rabah adalah contoh dari
sosok yang mempunyai kekuatan ruhani yang sangat dahsyat. Bilal adalah hamba
sahaya, budak dari Umayyah bin Khalaf. Kala Islam merasuk dadanya, ia pun
mendapat berbagai macam siksaan berupa diarak dan dihinakan dihadapan publik,
dibaringkan di atas panasnya gurun serta dihimpit batu besar yang panas. Semua
itu ditanggapi oleh bilal dengan keteguhan hati untuk tidak menjadi musyrik
lagi. “Ahad, ahad, ahad...”
3.
Al-Istimrar fil Amal, istiqamah dalam beramal.
Seorang mukhlis adalah orang yang beramal hanya untuk Allah semata, dengan
semua iming-imingan berupa cinta kepada Pencipta, berharap surga dan takut akan
neraka-Nya. Bukan kategori ikhlas bila seorang beramal hanya terbatas pada
orientasi perut, harta dan kehormatan di hadapan manusia.
Orang yang orientasi amalnya tidak
murni Allah, besar kemungkinan ia bakal pensiun dari amal shalih ketika tidak
mendapatkan pragmatisme duniawi yang ia harapkan. Sedangkan seorang yang
mukhlis dalam beramal, ia senantiasa melakukan ritual shalihnya hingga maut
menjemput.
4.
Tahwilul Mubahat wal Adiyat ilal Ibadat,
aktivitas yang mubah dan biasa dengan sendirinya akan ter-upgrade menjadi ‘amal
shalih’ ketika aktivitas tersebut murni ditujukan untuk mengharap ridha Allah.
Makan yang awalnya adalah aktivitas biologis semata, jika kemudian diniatkan
agar badan sehat dan akhirnya bisa melakukan kewajiban dan sunnah secara
maksimal, maka aktivitas makan tadi dinilai sebagai ibadah. Begitu juga
olahraga, skill atau hobi.
5.
Kamaluts Tsawab Bi’adami Tamamil ‘Amal,
mendapatkan kesempurnaan pahala sekalipun amalnya tidak sempurna. Hadits
Rasulullah banyak yang menunjukan hal itu; mendapat pahala jihad sekalipun
meninggal di tengah perjalanan, mendapatkan pahala jihad sekalipun meninggal di
atas dipan, mendapatkan pahala perang Tabuk sekalipun tidak ikut serta dalam
rombongan perang, mendapatkan pahala qiyamullail sekalipun tertidur tidak
sengaja. Kemurahan Allah swt. semua itu hanya berlaku bagi orang-orang yang shidqun
niyyah dan berazam tinggi.
Ikhwani hayyakumullah. Beberapa faidah atau
buah keikhlasan tadi patut untuk kita renungkan, khususnya sebagai indikator
untuk bermuhasabah terhadap amal kita. Apakah amalan kita selama ini sudah
didasari dan mempunyai kategori ikhlas atau selama ini kita beramal karena
sekedar kebiasaan dan rutinitas.