- Back to Home »
- Pemikiran , Ruhaniyat »
- Jangan Persempit Makna Ukhuwah
Posted by : Alamin Rayyiis
Selasa, 05 Mei 2015
Suatu ketika di momen jilsah, bertempat di masjid Abu
Bakar Ikadi. Tema tausiyah dari seorang teman adalah ‘Ukhuwah Islamiyah’. Beliau
menukil surat al-Hujurat: 10 “Orang-orang beriman itu sesungguhnya
bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” Usai pemaparan singkat, biasanya teman-teman
langsung mengkomentari materi yang disajikan. Komentar kami tidak selalu
bernada anti-tesa dari sebuah wacana, kadang berbentuk pertanyaan yang
menggugah, tambahan informasi sekalipun kadang juga perlu adanya pembenaran
sikap agar lebih tepat dan sesuai dengan konteks di lapangan.
Ulasan
menarik yang pertama adalah susunan atau tarkib ayat, dimana Allah berfirmn
yang artinya ‘SESUNGGUHNYA orang beriman itu BERSAUDARA maka DAMAIKANLAH
saudaramu’. Kata إنما dalam
ilmu balaghah mempunyai fungsi حصر atau pembatasan, bisa juga berarti تأكيد atau penekanan. Dalam fungsi pembatasan,
sebuah kata yang disusun setelah perangkat itu bisa dimaknai dengan ‘tidak ada
lagi yang lain selain makna tersebut’. Bila perangkat tersebut mengawali
kata-kata bersaudara, maka titik tekan dalam pemahamannya adalah; persaudaraan
merupakan hakikat utama dan dasar bagi orang-orang beriman, tidak membuka ruang
lain selain persaudaraan.
Akan tetapi susunan kata setelah itu
adalah ‘damaikanlah antara kedua saudaramu’; فأصلحوا
بين أخويكم. Ada sebuah ruang yang menyisakan kemungkinan
bertikai dalam tubuh saudara seiman sendiri. Sekalipun perintah untuk
mendamaikan itu tidak harus selalu diawali dengan adanya pertikaian, seperti
pesan orang tua kepada anaknya yang hendak bepergian pakai motor ‘Jangan
kencang-kencang’, padahal si anak belum menghidupkan motor. Perintah seperti di
atas lebih dimaknai sebagai pesan preventif agar kita berjaga-jaga. Bila
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan keluar dari madhmun ukhuwah,
maka perdamaian adalah solusinya.
Mungkin di antara kita banyak yang mengeluhkan perbedaan yang muncul
dalam tubuh umat Islam. Perbedaan ormas, negara, kebijakan, pendapat madzhab
fikih maupun akidah dan lain sebagainya. Banyaknya corak pemikiran dan
kompleksnya dinamika kehidupan manusia meniscayakan keberagaman dalam hal-hal
di atas. Nash-nash al-Quran dan bahkan riwayat dari Rasulullah sejak dulu
menggambarkan kemajemukan tersebut, tentang pluralitas dan bukan pluralisme.
Bahkan Allah sendiri menegaskan kalau saja Allah berkehendak maka kita akan
dijadikan sebagai umat yang satu, tetapi ketidak-satuan umat ini adalah takdir
yang sudah digariskan agar kita berlomba dalam kebaikan.
Bila secara psikologis kita tidak siap, dan secara pemahaman keagamaan
kita terlalu ghuluw, ekstrim ataupun radikal, kita akan terjebak dalam ilusi
kebenaran tunggal di ranah khilafiyah, dan ini harus dihindari. Berbeda dengan
hal-hal ushul yang harus kita sepakati bersama.
At-Takalluf fil Ukhuwwah, ungkapan menarik dari seorang ustadz.Terlalu
memaknai ukhuwah dengan ekstrim akan menempatkan kita dalam kesempitan dan kaku
dalam bermuamalah. Takutnya kita justru menghilangkan ukhuwah itu sendiri.
Karena bila seseorang yatakallaf fil ukhuwah dia akan mengartikan
persatuan dengan segala sesuatu harus satu corak, satu gerakan, satu jalan, ini
yang harus dihindari. Ukhuwah dalam perpektif saya bukanlah satunya warna
bendera, ormas ataupun partai, tapi lebih pada kesatuan respon dan sikap dalam
prinsip-prinsip mewujudkan perintah agama. Sedangkan cara dan warna bendera
memungkinkan untuk berbeda.
Tenangkan diri anda ketika masih melihat tetangga yang bertegur sapa, ramadhan yang saling berbagi maaf, bertakziyah, sholat berjamaah di masjid yang sama atau hal-hal simpel dan remeh di mata kita, tapi sebenarnya itu adalah gambaran dari esensi ukhuwah yang sebenarnya.
Mari kita optimis dengan mengatakan ikhwah antara pihak yang
tahlil dan tidak tahlil, antara partai kuning dan biru adalah ikhwah, mereka yang babat alas mendatangi rumah-rumah dan berwasiat dalam kebenaran
adalah ikhwah, mereka yang berdasi dan duduk di ruangan-ruangan komisi adalah
saudara, mereka yang memanjangkan jenggot dan mengatungkan celana adalah
saudara, mereka yang berniaga di pasar-pasar dan berinvestasi saham di sebuah
perusahaan adalah saudara. Mari kita kuatkan ukhuwah dengan saudara-saudara
kita. Karena kita sejatinya orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah
kedua saudaramu.