- Back to Home »
- Sejarah »
- Fitnah Sahabat (Usman bin Affan) - Dr. Abdus Syafi
Posted by : Alamin Rayyiis
Kamis, 05 Maret 2015
Tulisan atau dialog di bawah ini merupakan hasil transkip dari wawancara kru majalah Sinar Muhammadiyah; Amin Rois, Saif, Syukri dan Thariq (Kalau ga salah J ). Tema wawancara masih menginduk pada tema utama majalah, tentang Fitnah Sahabat.
-----------------------------------------------------------------------------
Nama: Dr. Abdus Syafi Muhammad Abdul Lathif
Pekerjaan: Dosen Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Bahasa Arab -
Universitas al-Azhar
Karya ilmiah:
- Sejarah Islam di Zaman Kenabian dan Khulafaur Rasyidin
- Dunia Islam di Zaman Umawiyah
- Administrasi di Dalam Islam
- Kota Suci Mekah di Zaman Jahiliah dan Zaman Islam Awal
- Studi Kritis Sejarah Bani Umawiyah
- Hubungan External Daulah Islamiyah Era Nabi Saw.
- Peran Bani Umawiyah dalam Menjembatani Peradaban Islam ke Eropa
- Penyebaran Islam di Mesopotamia
-----------------------------------------------------------------------------
Duktur, apakah yang menjadi penyebab munculnya fitnah ini?
Ada banyak sebab, sebagian ahli sejarah mengatakan
bahwa penyebab munculnya fitnah adalah kebijakan politik yang diambil oleh
khalifah Utsman bin Affan. Terutama kebijakannya dalam pengangkatan wulat daulah
(gubernur) yang sebagian besar diambil dari keluarganya, yakni bani Umayyah.
Tetapi anggapan inilah tidaklah dapat dibenarkan, dikarenakan orang-orang yang
diangkat oleh Utsman sebagai wulat adalah mereka yang memang pantas dan kompeten dalam bidang
mereka. Dan Utsman bukanlah orang yang pertama dalam pengambilan kebijakan ini
(dalam pengangkatan mereka), melainkan dua khalifah sebelumnya, yaitu khalifah
Abu Bakar dan Umar bin Khatab juga pernah mengangkat beberapa keluarga mereka
sebagai pegawai pemerintahan. Maka anggapan seperti ini adalah anggapan yang
berlebihan dan jauh dari kebenaran.
Hal lain yang menjadi penyebab
dari munculnya fitnah adalah tuduhan dari beberapa oknum dalam masalah
unifikasi al-Qur'an. Sebenarnya hal ini bukanlah barang baru, melainkan telah
dilakukan oleh Abu Bakar sebelumnya. Penyebab unifikasi yang kedua ini
disebabkan ketika sahabat Hudaifah bin Yaman yang ditugaskan menaklukkan
Armenia dan Ajerbaizan, dia mendengar banyak kaum muslim yang saling menyalahkan
bacaan satu dan lainnya. Masing masing mereka mengatakan bahwa bacaannya adalah
yang paling benar, dari sini lah dia kemudian melapor ke Khalifah Utsman dan
merekomendasikan penyatuan al-Qur'an dalam satu bacaan, agar kaum muslimin
tidak berbeda dalam bacaan mereka, yang ditakutkan akan terjadi perpecahan
lebih besar di kemudian hari.
Utsman kemudian membentuk
sebuah komisi yang dikepalai oleh Zaid bin Tsabit untuk mengemban misi mulia
ini. Dan dalam kurun waktu dua tahun unifikasi al-Qur'an selesai dalam satu
bentuk bacaan Quraisy. Dan naskah yang telah terunifikasi ini adalah naskah yang
disandarkan pada mashâhîf yang telah dahulu terkumpul pada masa Khalifah Abu Bakar Ra.
Mushaf Utsman inilah yang diyakini oleh banyak pengamat modern dan juga para
orientalis sebagai naskah al-Qur'an yang otentik sebagaimana diturunkan kepada
Rasulullah Saw.ullah Saw.ullah saw. tidak ada
penyimpangan dan perubahan sedikit pun.
Beberapa sejaharawan menganalisa bahwa sebab yang
paling dominan meletusnya pemberontakan pada Utsman bin Affan adalah karena
nepotisme dilakukannya berlebihan dibanding para khalifah sebelumnya?
Seperti telah kita jelaskan di
atas. Khalifah Utsman memang benar telah mengangkat sebagian besar pegawai
pemerintah dari keluarganya. Tapi mereka adalah orang-orang yang kompeten dalam
jabatannya. Dan mereka pun telah dipekerjakan oleh Abu Bakar dan Umar bin
Khatab sebelumnya. Nah, kenapa ketika pada masa Utsman baru didengungkan isu
nepotisme seperti ini? Ini kan tidak adil namanya.
Bila saja kita melihat lebih
cermat, kebijakan Utsman tidak bisa disalahkan. Karena pada masanya terjadi
banyak perkembangan dalam di dalam imperium Islam, banyak penaklukan
daerah-daerah yang belum ditaklukkan pada masa Abu Bakar dan Umar. Hal inilah
yang menyebabkan Khalifah Utsman mengangkat pegawai daulah lebih banyak dari
yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar.
Peran Apa yang dilakukan dilakukan oleh Abdullah bin
Saba' sehingga namanya begitu sentral dalam kasus fitnah?
Abdullah bin Saba' melakukan
berbagai manuver mematikan sekaligus menyebarkan isu-isu bohong yang dibungkus
dengan menampakan kecintaannya kepada Ahlu Bait. Dengan sebuah gerakan
terorganisir dia cepat memperoleh pengikut sehingga melahirkan sebuah aliran
sesat Syiah.
Ada beberapa ajaran sesat yang
dia kembangkan keberbagai negeri Islam seperti menyatakan bahwa Ali bin Abi
Thalib adalah orang yang paling berhak
meneruskan tampuk pimpinan setelah Rasulullah Saw. sedangkan Abu Bakar dan Umar
bin Khatab telah merampas hak kepemimpinan itu dari Ali. Siasat inilah yang dia
jadikan senjata untuk menfitnah kaum muslim dan memecah kesatuan mereka. Bahkan
para pengikutnya (yaitu kaum saba'iyyah) memasukkan doktrin Yahudi ke dalam
Islam, seperti raj'ah dan al-washâya. Bahkan sebagian dari mereka menuhankan Ali, dan menyatakan
bahwa Ali adalah Allah yang patut disembah. Padahal Ali sendiri membatah
pendapat ini.
Mereka pernah datang kepada
Ali dan berkata," Kamu adalah Dia." Ali menjawab, "Dia
siapa?" mereka mejawab," Kamu adalah Allah."
Ali kemudian mengumpulkan
mereka, lalu menyuruh Qanbar, seorang budaknya untuk menyiapkan api, kemudian
Ali membakar mereka.
Setelah Ali membakar mereka,
mereka malah semakin yakin dengan ketuhanan Ali. Mereka mengatakan. "Hanya
Allah yang menghukum hambanya dengan api, maka sekarang jelaslah bahwa kamu
adalah Allah." Dan doktrin ini sudah pasti adalah sebuah penyimpangan
besar, bahkan Ali sendiri telah menyangkal dan menolak anggapan mereka.
Apakah Abdullah bin Saba’ hanya tokoh fiktif belaka?
Sebagian ahli sejarah kontmporer memang ada yang
mengatakan demikian, seperti Thaha Husain −walaupun sebenarnya dia bukan
sejarawan−. Kita memang harus menghormati
pendapat ini, akan tetapi mereka tidak mempunyai bukti yang jelas dan otentik
mempertahankan pendapat itu.
Duktur, dalam diskursus fitnah Sahabat apakah
negara-negara yang ditaklukan Islam juga ikut berperan?
Memang benar, sebenarnya pada awal munculnya komunitas Islam masa Nabi di Madinah,
Islam sudah mengajarkan bagaimana menjadi peradaban yang toleran dengan
peradaban lain, bahkan tercatat dalam Quran bahwa masyarakat minoritas Muslim
di masa periode Makkah –sebelum Hijrah− memperlihatkan simpati ketika Roma
dikalahkan oleh Persia, contoh lainnya adalah ketika muslim Makkah hijrah ke
Habasyah negeri yang diperintah raja Najasyi yang beragama Nasrani rasulullah
meminta mereka untuk menghormati agama penduduk setempat, dan ketika
dipersilahkannya utusan Nasrani Najran untuk beribadah di masjid Nabi.
Tetapi lambat laun, keberadaan Islam yang menjelma sebagai peradaban baru, dinilai oleh
dua bangsa besar Persia dan Roma sebagai ancaman yang berbahaya. Padahal di
masa nabi, kekuasaan Islam hanya terbentang di semenanjung Jazirah Arab saja,
sama sekali tidak ada ekspansi ke luar, ke wilayah tetangga tersebut. Akan
tetapi ketika tentara Romawi mulai terkonsentrasi di kawasan Tabuk dan Mut'ah
untuk memerangi Madinah maka Nabi melihat perlunya untuk mempertahankan diri
dari ancaman luar dengan menyongsong musuh di medan laga. Maka sejak itu Islam
menjadi peradaban baru yang terapit oleh dua kekuasaan besar.
Maka dimualilah, gesekan dengan Persia di perang Qadisiyah dan Nahawand di era
Umar Bin Khatab, dan pasukan Roma terpaksa dipukul mundur menyebrang lautan
oleh pasukan Islam dengan dikuasainya seluruh Syams serta Afrika Utara.
Setelah melihat negara pemerintahan mereka porak-poranda oleh pasukan
Islam, maka mulailah benih-benih kebencian muncul didalam sanubari bangsa
asing, Meskipun sebenarnya Islam mampu mewujudkan stabilitas dan keadilan
sosial yang jauh lebih baik dari penguasa sebelumnya.
Maka kita lihat pembunuh Umar Bin Khatab, Abu Lu'lu'. Dari mana asalnya? Ya, dari Persia dan beragama Majusi. Bisa dipahami dari sini
bahwa sebagian orang Persi tengah menjalankan konspirasi untuk membalas dendam
dengan dasar sentimen keagamaan dan kesukuan. Dan bermula dari sinilah
konspirasi-konspirasi tersebut terus berkembang hingga terbunuhnya Utsman Bin
Afan dengan hasutan Abdullah Bin Saba' dan selanjutnya khalifah Ali Bin Abi
Thalib Ra. jatuh dibunuh oleh Ibnu Muljam.
Apakah peristiwa besar ini mengindikasikan bahwa
Sahabat tidak terlepas dari kesalahan?
Iya tepat! Saya ingin
mengatakan bahwa para sahabat juga manusia biasa, meski mereka adalah generasi
unggulan dalam sejarah Islam, namun pada akhirnya mereka juga tetap manusia.
Dan seperti kita ketahui bersama semua manusia adalah tempat salah, dan
sebaik-baik orang yang berbuat salah itu adalah yang mau bertaubat. Tidak ada
satupun manusia yang terbebas −ma'sum− dari kesalahan kecuali Nabi Muhammad
saw.
Bagaimana kondisi politik masyarakat Muslim pasca
pemberontakan di Madinah?
Pasca syahidnya Utsman bin
Affan, Mereka kemudian memilih Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, namun
kemudian Ali mengambil kebijakan menurunkan gubernur yang memerintah pada masa
Utsman bin Affan untuk meredam para pengacau dan menyatukan kembali kaum muslimin.
Tetapi sebagian kaum muslimin
menolak kebijakan tersebut dan menuntut Ali bin Abi Thalib untuk secepatnya
mengusut pembunuh Utsman. Di antara mereka adalah Muawiyah bin Abi Sufyan,
Aisyah, Zubair dan Thalhah. Perbedaan ini lah yang menyebabkan munculnya perang
perang Jamal, yang menyebabkan terbunuhnya Zubair dan Thalhah, dan meletusnya
perang Shiffin yang terjadi antar Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi
Sufyan.
Disini kita melihat dua sudut
pandang berbeda antara Ali bin Abi Thalib dengan beberapa Sahabat semisal
Thalhah, Zubair dan Mu'awiyah, bila Ali menginginkan tercipta suasana damai
terlebih dahulu baru kemudian mengeksekusi pemberontak maka pihak oposisi
menginginkan sebaliknya.
Akhirnya sikap masyarakat
Muslim berbeda beda, pertama mereka yang setuju dengan jalan pemikiran Ali bin
Abi Thalib sehingga mendukungnya dalam setiap kebijakan khalifah. Kedua, mereka
yang lebih setuju mendahulukan qishâs kelompok ini terbagi menjadi dua pertama bergabung kedalam
barisan Mu'awiah bin Abi Sufyan, kedua bersama Thalhah dan Zubair bin Awwam.
Dan ketiga mayoritas Muslim lebih memilih menghindari konflik diantara dua kubu
yang berbenturan. Kira-kira inilah deskripsi sederhana kondisi perpolitikan
masa itu.
Duktur, diantara dua kubu yang bertikai mana yang
dianggap sebagai representasi ijtihad yang benar?
Diskursus ini menghasilkan
beberapa pedapat. Tetapi yang berhak menghukumi perbuatan seseorang tentunya
hanyalah Allah swt. sedangkan yang bisa kita lakukan adalah melihat konteks dan
aspek sejarah yang melatarbelakangi timbulnya pendapat ini.
Yang salah adalah ketika kita menghukumi satu di antar
pendapat-pendapat ini dengan kacamata kita sekarang. Padahal kita saat ini
berada di abad 21 sedangkan yang kita bincangkan adalah kejadian yang terjadi
beberapa abad silam, tanpa kita melihat konteks dan aspek sejarah yang
melatarbelakangi kejadian pada waktu itu.
Muawiyah maupun Ali
mempunyai argumen yang sama kuat jika kita melihatnya dalam kaca mata hukum syar'i, Ali
sebagai khalifah tentu saja bertugas memberantas pemberontak, sedangkan
Muawiyah juga mempunyai legalisasi untuk mengangkat senjata dengan alasan
bahwasanya beliau adalah salah satu kerabat dekat Ustman, yang berhak meminta
keadilan kepada publik atas apa yang menimpa keluarganya.
Kita tidak ingin condong ke
Ali atau pihak Muawiyah, tetapi melihat konteks dan fakta sejarah yang
melatarbelakangi setiap pendapat di atas, dengan tidak menghukumi mana yang
salah dan mana yang benar. Tetapi yang kita inginkan adalah memaparkan fakta
bahwa si fulan berbuat demikian karena demikian, dan si fulan yang lain berbuat
demikian karena demikian. Mungkin saja salah satu ada yang benar, tetapi kita
tidak bisa menghukumi secara mutlak bahwa yang ini benar dan yang ini salah.
Apakah Duktur setuju dengan opini beberapa pemikir
orientalis yang mengatakan bahwasanya haus kekuasaan menjadi faktor utama
dibalik terjadinya fitnah?
Kita akan mendapatkan
jawabannya jika terlebih dahulu menganalisa proses suksesi yang terjadi pada
waktu itu. Pertama, sampai wafatnya Rasulullah Saw. beliau tidak pernah
menentukan siapa penerusnya sebagai pemegang tampuk kekuasaan umat Islam,
karena dia ingin menyerahkan hal ini sepenuhnya kepada kaum muslimin. Ada
pembelajaran politik berharga yang diterima oleh masyarakat Muslim saat itu yaitu memilih dengan bebas pemimpin yang
mereka inginkan. Tidak berlebihan jika hal ini kita sebut sebagai cikal bakal
demokrasi modern yang kita rasakan.
Karena mengalami kevakuman
pemimpin para sahabat dari Muhajirin dan Anshar berkumpul untuk menentukan
siapa yang akan memimpin kaum muslimin setelah wafatnya Rasulullah Saw.
perpedaan pendapat pun terjadi. Keduanya menginginkan pemimpin dipilih dari
golongannnya, pada akhirnya kaum muslimin pun secara aklamasi memilih Abu Bakar
sebagai khalifah kaum muslimin. Meskipun yang terpilih berasal dari Muhajirin
dengan penuh kesadaran kaum Anshar menerima hasil ini dan mengatakan kepada
kaum Muhajirin: “Kalian adalah para pemimpin, dan kami adalah para menteri.”
Dan kedua, ketika sebelum Abu Bakar wafat, ia menunjuk Umar
sebagai suksesornya. Apakah ini berarti Abu Bakar bertindak diktator dan
membatasi kebebasan kaum muslimin dalam memilih pemimpinnya? Tentunya kita
tidak boleh mengambil kesimpulan begitu cepat. Jalan yang ditempuh Abu Bakar
sesuai pada zamannya di mana terjadi banyak kekacauan, banyak kaum muslimin
yang murtad, dan banyak ancaman dari beberapa Negara tetangga seperti Romawi
dan Persia. Maka di saat itu diperlukan sebuah keputusan yang cepat dan efektif
untuk bisa menjaga kesatuan kaum muslimin dan menjaga keutuhan Imperium Islam.
Terpilihnya Umar bin Khattab
juga bukan atas dasar pendapat Abu Bakar an-sich, tetapi juga merupakan hasil mufakat para kibâr
Sahabat. ini merupakan indikasi bahwasanya proses Umar bin Khattab menduduki
kekhalifahan tidak terlepas dari proses syura dan demokrasi, dan bukan secara
paksaan.
Dan terakhir, Begitu juga
ketika Umar bin Khatab akan wafat. Ia memilih enam orang dari para kibâr
sahabat untuk bemusyawarah memilih satu di antara mereka sebagai pemimpin. Dari
keenam sahabat itu ada satu lagi yaitu Abdullah bin Umar yang ditunjuk sebagai
penengah jika terjadi deadlock, bukan sebagai calon. Keenam sahabat ini kemudian sepakat
untuk memilih sahabat Utsman bin Affan, yang kemudian diikuti oleh seluruh kaum
muslimin tanpa terkecuali. Dalam proses pemilihan ini Thalhah bin Ubaidillah
tidak hadir karena berada di Syam. Lalu berkumpulah lima sahabat yang lainnya
yaitu Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin abi waqash, Zubair bin Awwam, Ali bin Abi
Thalib dan Utsman bin Affan. Perkumpulan dari kelima sahabat ini tidak
membuahkan hasil. Lalu tiga nama pertama kesemuanya memutuskan untuk mundur
dari pemilihan sehingga tersisalah Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan.
Mereka memutuskan untuk menyerahkan hasil sepenuhnya kepada suara kaum
muslimin.
Dan suara kaum muslimin pun
tertuju pada Utsman bin Affan. Sebagian pengamat mengatakan bahwa kaum muslimin
memilih Utsman Karena kelembutan hatinya sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah
seorang yang berperangai terlalu disiplin dan keras. Sebagian juga mengatakan
bahwa kaum muslimin memilih Utsman supaya tampuk kepemimpinan umat islam tidak
menjadi turun temurun warisan hanya pada kerabat Nabi yaitu Bani Hasyim. Ali
bin Abi Thalib pun menerima hasil ini dan ikut membaiat Utsman bin Affan
bersama kaum muslimin yang lainnya.
Beberapa proses suksesi yang gemilang diatas
mengindikasikan bahwasanya nafsu berkuasa bisa dibilang sama sekali tidak
terbenak didalam diri para Sahabat, meskipun mungkin saja sebagian berpendapat
bahwasanya dirinya lebih memiliki kredibilitas lebih dibanding yang lain, akan
tetapi itu tidak membuatnya untuk menjadi oposan apalagi mengangkat senjata
demi sebuah jabatan apabila tidak terpilih.