- Back to Home »
- Sejarah »
- Utsman bin Affan dan Isu Intrik Politik
Posted by : Alamin Rayyiis
Kamis, 05 Maret 2015
Menginterpretasi ulang sejarah sahabat, kita seakan
mendapat suplai gizi, terutama gizi spiritual yang tidak kita dapatkan bila
dibandingkan ketika membaca dan mempelajari biografi tokoh lainnya. Karena
dengan membaca sejarah sahabat, secara tidak langsung kita juga membaca sejarah
bagaimana generasi terbaik terbentuk, yang mana ini merupakan statement
dari Rasulullah sendiri yang tak terbantahkan. Dan Rasulullah sadar ketika
menyatakan hal itu, bahwa objek yang dikatakannya sebagai khairul qurûn adalah
manusia.
Oleh sebab itu menurut Ustadz Indra Gunawan, bila
Terjadi 'fitnah' dalam sejarah mereka,
sikap kita yang tepat sebagai orang yang 'terbelakang' harus tetap berpegang
teguh bahwa mereka adalah orang yang menduduki derajat tertinggi dalam teladan.
Dan kita tidak berhak untuk mencampuri atau memvonis siapa benar dan siapa
salah didalam diskursus ini, karena kita tidak tahu pasti hakikat
permasalahannya. Sebab melihat diskursus tersebut hanya dengan kaca mata
sejarah tidaklah menunjukan keabsolutan interprestasi yang ada, sehingga hasil
analisa dan fakta lapangan yang kita dapati masih bersifat meraba-raba −dhanniyât−, disamping itu hadist-hadist yang berbicara mengenai keutamaan mereka
banyak yang sampai pada derajat shâhih atau dengan
kata lain bersifat qath'iyyât, maka sangat tidak relevan bila sejarah
semata-mata sebagai salah satu alat untuk mengukur baik tidaknya apa yang telah
mereka lakukan pada masa itu.
Masih dari sumber yang sama, sarjana magister Târikh
wal Adab Indra Gunawan menambahkan,
perlu diketahui bahwa dalam dua belas tahun selama Khalifah Usman memimpin,
tujuh tahun pertama dilalui dengan tentram sedangkan gejolak dan riak fitnah
barulah muncul di masa-masa akhir kekhalifahannya, kisaran tahun 33-35 H. Sebelumnya
telah kita singgung bahwa kecemburuan sosial menjadi salah satu indikator kuat
sehingga meletusnya fitnah. Ambil contoh peristiwa syahidnya Umar bin Khatab
ditangan Abu Lu'lu, Abu Lu'lu mulanya adalah tawanan perang Qadisiyah yang
dijadikan pengikut Mughirah bin Syu'bah, salah satu panglima kaum muslimin
ketika menjungkalkan Persia. Singkat cerita dibawalah ia ke Madinah Munawwarah,
ternyata di dalam hati Abu lu'lu masih menyimpan kebencian hati sedemikian
besar terhadap Islam, ini diketahui Khalifah Umar ketika berdiskusi dengan para
tawanan perang dan firasatnya mengatakan bahwa ada ketidakpuasan didalam diri
mereka. Maka ketika Umar memasuki masa kritisnya karena tikaman Abu lu'lu ia
sempat berucap syukur bahwa dia terbunuh oleh orang yang bukan Islam.
Utsman, Sosok Teduh Seorang Khalifah.
Ustman bin Affan adalah tokoh disegani diantara para
Sahabat, statusnya sebagai suami dari dua putri Rasulullah merupakan tanda
betapa Nabi Islam itu sangat mencintai beliau, didalam salah satu hadisnya Rasulullah
memuji Ustman bin Affan dengan sahabat yang sangat pemalu dengan sabdanya ”Umatku
yang benar-benar pemalu adalah Utsman”. perangainya yang lembut dan welas asih amat
berpengaruh pada metode bagaimana dia menjalankan pemerintahannya. Sifat Utsman
bin Affan tersebut bisa dibilang amat berbeda dengan Umar bin Khattab, di masa
Umar memimpin tidak banyak kekacauan yang terjadi dikarenakan sikapnya yang
keras jika menghadapi segala bentuk masalah, tidak heran jika kaum muslimin
hingga para sahabat amat mentaatinya.
Selain
itu, perbedaan sikap Utsman terhadap pendahulunya juga terletak dalam
pengaturan sahabat-sahabat senior. Di zaman Umar para sahabat memiliki
kesempatan terbatas untuk keluar wilayah Madinah. Tujuannya agar mereka bisa
mendampingi khalifah dan menjadi dewan penasihat ketika dibutuhkan. Penasihat
Umar Ra. dari kalangan sahabat yang terkenal adalah Abdurrahman bin Auf dan
Zubair bin Awwam, hingga keduanya juga terpilih menjadi Dewan Syura ketika
menentukan kekhalifahan Utsman. Sedangkan sepeninggalan Umar, seketika tampuk
kekuasaan di tangan Utsman, para sahabat dilonggarkan untuk keluar Madinah dan
bermukim di daerah setempat.
Hal
yang demikian ternyata menjadi dampak tersendiri dalam tubuh masyarakat di
kemudian harinya. Masyarakat yang masih awam sebelumnya hanya mendengar
kebesaran sahabat, setelah mereka hidup berdampingan dengan mereka justru
timbul fanatisme tokoh, antara satu sahabat dengan sahabat lain di daerah yang
berbeda. Contohnya adalah
dibanding-bandingkannya bacaan al-Quran antara Ubay bin Ka'ab dan Abdullah bin
Mas'uds sehingga terjadilah gesekan antara penduduk Syam dan Iraq hanya karena
perselisihan bacaan al-Quran. Akhirnya dibentuklah oleh Usman satu bacaan
dengan cara bacaan Quraisy, yaitu kodifikasi al-Quran di mushaf Utsmani.
Sebenarnya
tidak ada yang salah didalam diri Khalifah Utsman sebagai seorang pemimpin,
kapabilitas dan kecermatannya didalam menjalankan roda pemerintahan bisa
dibilang lebih brilian dibandingkan pendahulunya, pada masanya ekspansi Islam
lebih gemilang dan kesejahteraan rakyat lebih baik, tidak pernah ada analisa
yang mengatakan bahwa salah satu faktor pemicu meletusnya pemberontakan adalah
karena rendahnya taraf hidup rakyat, atau karena adanya ketidak adilan sosial
yang terjadi di tengah masyarakat.
Meskipun demikian Utsman juga mempunyai
kebijakan
yang kontriversional di dalam menjalankan pemerintahannya, terlebih lagi
kebijakannya di dalam negeri, salah satunya adalah rotasi gubernur di
daerah-daerah futuhât. Banyak
kalangan menilai pergantian tersebut bernuansa nepotisme. Salah satunya ketika
Utsman memberikan jabatan gubernur Kufah untuk Walid bin Uqbah, saudara seibu
dari Utsman beda bapak. Tapi lika-liku yang ada di lapangan tidak seperti yang
dibayangkan banyak orang. Untuk Kufah, sedari awal dipimpin oleh Mughirah bin
Syu’ba, gubernur pilihan Umar, ia berwasiat untuk tidak mengganti
gubernur-gubernur pilihannya kecuali setelah satu tahun. Usman pun menjalankan
wasiat tersebut, sehingga setelah satu tahun berjalan, tampuk jabatan di Kufah
diserahkan ke Sa’ad bin Abi Waqas, kerabat Nabi Saw. sekaligus salah satu dewan
syura arahan Umar dalam penentuan khalifah pasca kematiannya. Dikisahkan
dalam riwayat bahwa Sa'ad terlibat masalah hutang dengan Ibnu Mas’ud, penanggungjawab
Baitul Mal, tarik ulur hutang inilah yang menyebabkan Usman menggantinya dengan
Walid bin Uqbah sebagai gubernur Kufah.
Masih dalam tuduhan
nepotisme, menurut Ustadz Suhartono T.B.
M.A jumlah kerabat Usman yang menjadi pejabat di era kekhalifahannya tidak
sebanyak yang dibicarakan orang. Dan, fenomena pengangkatan kerabat bukan suatu
hal yang baru, di era Umar tercatat beberapa kerabatnya juga menjadi gubernur
daerah seperti yang di jelaskan oleh Ustadz Indra Gunawan. Dr. Husein Qurani juga
berpendapat demikian, bahkan lebih dari itu ketika masa Nabi Saw. dan Abu Bakar
Ra.. Sekalipun Dosen
Universitas Kairo ini menambahkan bahwa perbedaan jumlah gubernur yang diangkat Utsman dengan sebelumnya
juga disesuaikan beberapa daerah baru yang lebih luas yang dikuasi selama futûhat.
Realitas Masyarakat pada masa Utsman bin Affan.
Masa kepemimpinan Utsman
terhitung cukup lama, mencapai angka 12 tahun, Dzulhijjah 23 H – Dzulhijjah 35
H. Diantara Khulafau Rasyidin lainnya beliaulah
yang paling lama memegang amanah khilâfatu
al-islâm, disusul
Umar bin Khatab 10 tahun, Ali bin Abi Thalib 5 tahun dan Abu Bakar al-Shidiq 2
tahun. Belasan tahun bukanlah angka yang mudah untuk menjaga stabilitas negara,
mengingat musuh Islam tidak pernah berhenti merongrong kekuasaan kaum Muslim.
Baik faktor internal, yaitu kaum munafik Yahudi dan Quraisy dan faktor
eksternal dari negeri-negeri futuhât yang sepenuhnya tidak rela
kejayaan mereka runtuh oleh kekhalifahan Muslimin.
Sedikitnya ada tiga berita fiktif didalam
menjungkalkan Khalifah Utsman, pertama
menyebarkan isu bahwa Kibaru al-Shahâbah Ali, Thalhah, Zubair (ketiganya
termasuk dewan syûra) dan 'Aisyah membenci sistem pemerintahan yang
dijalankan Khalifah Usman bin Affan. Kedua, blow up perselisihan
antara sahabat dalam masalah furû' dan fiqhiyyah. Sebagai contoh
adalah Abu Dzar al-Ghifari dengan jumhur sahabat tentang harta yang disimpan
melebihi kebutuhan meskipun telah dibayarkan zakatnya apakah masih
dikatagorikan kanzun (harta yang tertimbun menyebabkan pemiliknya
mendapat azab di akhirat nanti) ataukah tidak?. Ketiga, Isu politik bahwa Usman
telah merampas hak khilafah yang seharusnya diwasiatkan oleh Rasulullah untuk
Ali.
Elemen kedua masyarakat Islam ketika
itu adalah para ahli qira'ah dan
Ibadah tetapi tidak menguasai ilmu syari'ah yang komprehensif. Sehingga begitu Isu politik fiktif ter-blow up dengan cepat
elemen ini terhasut dengan isu tersebut, hal ini disebabkan karena mereka amat
mencintai Islam sehingga ketika mendengar adanya penyimpangan dalam tubuh
pemerintahan dengan serta merta ingin meluruskan hal tersebut sebelum melakukan
analisa ilmiah kritis terhadap isu-isu yang berkembang.
Elemen
ketiga adalah Kabilah-kabilah yang masuk Islam setelah Harbu Riddah di
zaman Abu Bakar. Golongan ini dinamakan al-Rawadif, A'râb,
Mawali dan al-'Ulûj. Golongan ini menuntut Usman agar menyamakan gaji mereka dengan veteran Badar yang jelas-jelas telah lebih lama memeluk dan
berjuang untuk Islam. Padahal adanya perbedaan gaji bukanlah ide awal
Usman, melainkan Umar.
Gelombang
Pergerakan Sabaiyyah.
Aliran Sabaiyyah diambil dari Nama Abdullah bin Saba'
yang masuk Islam secara dhahir-nya saja, kemudian dia mulai melakukan
konspirasi pembangkangan bersama aktor-aktor yang tidak suka dengan Islam,
kebetulan ia dianugerahi akal licik yang handal, sampai-sampai para tabi'in
atau beberapa anak sahabat masuk dalam perangkapnya.
Pada mulanya Abdullah bin Saba' bermanuver dari
Madinah Munawwarah, akan tetapi gagal. Kemudian dia pergi ke Syam, lagi-lagi
tidak mampu menghasut rakyat, karena Syam dibawah kendali Mu'awiyah sangat
solid dan penduduknya sendiri sangat loyal kepada Usman. Kemudian dia membuat
kekacauan di Kufah dan Basrah, ternyata pergerakanya di dua kota tersebut cukup
membuahkan hasil, sehingga menyebabkan dipecatnya gubernur-gubernur yang berada
di sana. Tetapi target utama mereka belum terwujud, yaitu pemberontakan.
Akhirnya pergilah dia ke Mesir, Disanalah dia membangun kekuatan yang luar
biasa.
Dari sana dia mulai menyusun blue print
pemberontakan, bermula dari surat menyurat diantara pengikutnya antar kota-kota
besar Islam, akhirnya mereka sepakat untuk menuntut Khalifah Ustman turun dari
kursi Khalifah ketika musim haji tiba. Dengan berpura-pura hendak menunaikan
ibadah haji mereka mulai bergerak dari Kufah, Basrah dan Mesir menuju madinah.
Begitu besarnya golongan yang terpengaruh dengan fitnah
sehingga melebihi dari penduduk
Madinah dimana Khalifah Utsman
berada, yang memang pada saat itu populasi Madinah sedang kosong disebabkan
tentara-tentara Islam masih tersebar di berbagai penjuru negeri dan juga
banyaknya penduduk yang pergi Haji ke Makkah.
Sebenarnya,
bukan sekali Utsman menerima utusan-utusan daerah yang mencoba meminta
kebijakan sepihak yang menguntungkan mereka. Gelombang protes pertama datang
dari Kufah 33 H, dimana saat itu Sa'ad bin Ash menjadi gubernurnya, beberapa
pesohor Kufah adalah Asytar an-Nakho'I, Kumail bin ziyad, Amr bin al-Hamiq
al-Khuzai dan Sho'shoah bin Shouhan. Propoganda yang mereka dengungkan di Kufah
adalah celaan terhadap Utsman serta celaan terhadap kebijakan pemerintah yang
dijalankannya, dengan alasan ini mereka diusir oleh Utsman ke Syam, dari Syam
inilah mereka menebarkan surat propoganda kepada orang-orang yang sepaham
dengan mereka; Kufah, Bashrah dan Mesir. Keberhasilan pertama ditunai dengan
dilengserkannya Sa'id bin Ash dari gubernur.
Dua
tahun berikutnya, musim haji 35 H, datang utusan dari Kufah, Bashrah dan Mesir.
Menurut Dr. Raghib Sirjani jumlah mereka adalah 1000 orang, terbagi menjadi 3
golongan tersebut diatas; Mesir dipelopori oleh Ghofiki bin Harbin dan Abdullah
bin Saba' – Bashrah dipelopori oleh Harqush bin Zuhair as-Sa'diy dan Hakim bin
Jablah al-'Abdy – sedangkan Kufah dipelopori oleh Amru bin Ashom dan Zaid bin
Shoujan. Mereka datang kepada Utsman dengan beberapa tuntutan yang semuanya
berkisar tentang harta, hal ini tercatat dalam keterangan Ibnu Umar yang
dinukil oleh Imam Ahmad dalam bukunya Fadhâilus Shahâbah, ataupun
riwayat lainnya. Pada hakikatnya, hal serupa tentang tuntutan harta pernah
diajukan kepada Umar namun beliau menolaknya. Utsman dengan kelemahlembutannya
menerima tuntutan-tuntutan tersebut, menaikkan gaji para utusan daerah,
termasuk ketika mereka melengserkan Sa'îd bin Ash dan menggantikannya dengan
Abu Musa al-Asy'ari.
Untuk
kedua kalinya rombongan Mesir datang menanyakan hal serupa sekalipun mereka
memolesnya dengan mendebat ayat-ayat Quran yang berbicara tentangnya, Utsman
dengan lugas menjelaskan semua. Hingga ketika kedua belah pihak dalam
perjalanan pulang, rombongan tersebut kembali lagi masuk ke Madinah, mereka
mengaku mendapati surat dari Usman yang ditujukan ke Gubernur Mesir agar para rombongan
tersebut dibunuh. Suatu tuduhan lain dari pihak ketiga untuk Utsman, sumpah
Utsman dan keterangan Ali ternyata tidak cukup membuat mereka sadar bahwa yang
mereka lakukan selama ini hanyalah provokasi saba'iyyah.
Pengepungan pun dilakukan
berkali-kali, serangan anak panah dan lemparan batu terjadi sampai menggerakan
para shahabat untuk membela Utsman, diantaranya Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Ali bin Abi thalib, Sa’d bin Abi Waqqash, Usamah
bin Ziyad, Abdullah bin Salam, Abu Hurairah dll..
Tetapi Utsman menolak semua tawaran itu dan berpasrah diri kepada Allah
sehingga beliau terbunuh pada hari Jumat pagi tanggal 18 Dzulhijjah, di bulan diharamkannya pertumpahan
darah.
Perihal
pembunuh Utsman sendiri, Ust. Indra lebih menyebut sebagai kemusykilan dalam
menentukan final touching-nya, karena Utsman dibunuh beramai-ramai. Hal
ini juga mungkin yang dijadikan Ali Ra. sebagai alasan untuk menegakkan qishas
guna mengusut kasus Utsman sangat tidak memungkinkan, namun Thoha Husain dalam
bukunya al-Fitnah al-Kubrâ mencoba menyebutkan bahwa Utsman meninggal di
tangan Nayyar bin ‘Iyadh
al-Aslami.
Meskipun
tulisan singkat ini tidak mampu mendeskripsikan setiap detail kejadian akan
tetapi ada beberapa point penting yang kita bisa garis bawahi, pertama
bahwasanya kesetiaan
para shahabat dalam membela Islam dan Khalifah Utsman baik sebelum
terjadi fitnah maupun sesudahnya tidak perlu
lagi kita ragukan. Kedua kaum muslimin harus memiliki sifat kritis
didalam menghadapi isu-isu yang berkembang. Ketiga, berkat timbulnya
fitnah ini masyarakat muslim menjadi lebih dewasa dan menjadi lebih kuat bahkan
menjadi poros dunia berabad-abad lamanya memimpin peradaban dunia dalam segala
bidang ilmu pengetahuan. Demikian peristiwa besar ini terjadi dan berlalu
membuat halaman
sejarah dan perkembangan Islam lebih berwarna-warni .
-------------------------- Tulisan di atas merupakan Laporan Utama pada majalah Sinar Muhammadiyah yang pernah terbit di tahun 2010-2011 yang lalu. Tulisan ini merupakan gabungan dari Saya dan Mas Joehari Irhas. Di blog ini juga pernahs aya posting tulisan Editorial di majalah yang sama dengan judul Fitnah Sahabat.Tema yang sangat saya ingin gali sejak dulu, karena sejarah kita yang sudah mainstream dengan pengolok-olokan sahabat dan tuduhan perebutan kekuasaan adalah motif utama terjadinya fitnah di antara mereka. Cek.idiot... :) ----------------------------------