- Back to Home »
- Ruhaniyat »
- Satu Islam Satu Tubuh Manusia
Posted by : Alamin Rayyiis
Jumat, 22 Agustus 2014
“Ra
tak bolo koe…” ucap Andi, salah satu siswa PAUD yang sedang ngambek dengan
teman sebayanya lantaran mobil yang ingin ia mainkan tidak dipinjami oleh teman
lain yang memang lebih awal mengambilnya. “Eh, kamu nggak bawa makan siang dari
rumah ya? Kita makan bareng yuk!” ucap Taufiq, siswa PAUD lainnya yang mengerti
bahwa temannya lupa membawa bekal makan dan ia pun dengan senang hati ingin
berbagi. Dua ilustrasi dialog yang berbeda.
Tentang
persaudaraan. Bahkan anak kecil pun tahu tentang apa itu bersaudara, maka
dengan spontanitas mereka menggerombol dengan teman-teman sebaya mereka,
bermain bersama bahkan saling bertanya ketika salah seorang tidak di tengah
mereka. Naluri mereka paham bahwa hakikat hidup membutuhkan kebersamaan. Bahkan
ketika seorang anak kecil dengan keluguannya mengatakan “Ra tak bolo koe…”
sebenarnya ia pun butuh teman untuk membersamainya, sekalipun memang ada
superioritas seorang teman atas lainnya yang harus diseimbangkan.
Allah
berfirman di surat al-Hujurat ayat 10, Innamal mu’minûna ikhwatun fa ashlihû
baina akhawaikum yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
saling bersaudara, maka damaikanlah saudara-saudaramu.” Dalam firman tersebut
Allah mengawali dengan penekanan (hashr) innama yang bertujuan
untuk mengingatkan kembali hukum alam yang seharusnya berlaku bagi orang-orang
mukmin secara keseluruhan. Kalimat selanjutnya ternyata diikuti dengan perintah
mendamaikan antara saudara seiman, itu artinya ada kemungkinan perselisihan,
perbedaan pendapat, atau cara menjalankan syariat yang kadang tidak sama. Terlepas
dari perbedaan itu semua, selama prediket islam-iman-ihsan masih ada pada diri
seseorang maka sikap yang paling dikedepankan adalah ‘berdamai’.
Ada
cerita menarik tentang agree in disagreemnt –damai dalam
ketidaksepahaman- yang dicontohkan oleh sahabat. Yaitu kala Muawiyah dan Ali
berselisih pasca meninggalnya khalifah ketiga Utsman bin Affan ra., dan kondisi
ini ingin dimanfaatkan oleh Kaisar Romawi untuk masuk ke dalam dan memecah
belah persatuan umat Islam;
Surat
dari Kaisar Romawi untuk Muawiyah;
“Kami
telah mengetahui apa yang terjadi antara anda dan Ali bin Abi Thalib, dan kami
menilai bahwa anda lebih berhak menjadi Khalifah daripada Ali. Jika anda
memerintahkanku, niscaya akan kukirimkan bala tentara yang akan membawakan
kepala Ali kepada anda.”
Surat
balasan Muawiyah kepada Kaisar Romawi :
“Dua
orang saudara sedang berselisih, apa urusanmu untuk turut campur dalam urusannya!
Jika kamu tidak diam, niscaya akan kukirimkan bala tentara yang barisannya
membentang dari tempatmu hingga tempatku, mereka akan membawa kepalamu untukku,
lalu akan kupersembahkan kepalamu kepada Ali.”
Masih
mengacu pada firman Allah di surat al-Fath ayat 29, “Orang-orang yang bersama
Muhammad itu keras terhadap orang-orang kafir (yang memusuhi Islam) akan tetapi
lemah lembut sesama muslim”. Artinya, dalam bersaudara kita mempunyai
tingkatan-tingkatan dan prioritas mana yang harus didahulukan. Kepada siapa
kita harus apa, bagaimana dan seberapa? Kepada keluarga yang muslim, tetangga
yang muslim, muslim tapi ngeselin, muslim tapi fasiq atau bahkan kafir dzimmy
atau harby. Masing-masing tingkatan cinta dan kasih sayang dalam bersaudara
hendaknya ditempatkan sesuai dengan porsinya. Dan sebaliknya, permusuhan, benci
atau waspada terhadap seseorang jangan sampai menafikan unsur keadilan.
Terkait
dengan persaudaraan sesama umat Islam, Rasulullah saw. telah mengajari
bagaimana kita bersikap sesama saudara yang seakidah, uniknya, kali ini Rasulullah
mengumpamakannya dengan anatomi tubuh manusia. “Perumpamaan orang-orang yang
beriman dalam berkasih sayang, berlemah lembut dan mencintai itu sepertihalnya
satu tubuh yang utuh, yaitu apabila salah satu anggota tubuh tersebut mengeluh
kesakitan maka anggota lainnya pun meresponnya dengan susah tidur dan demam”.
Kompak,
itulah kesan dari hadits di atas, menjadi seorang mukmin adalah menjadi bagian
dari mukmin lain. Menjadi mukmin adalah menjadi tangan dari kepala orang lain,
menjadi kaki dari tangan orang lain, menjadi kepala dari punggung orang lain
dan sebaliknya, saling terkait dengan seluruh jiwa dan raga. Saat tetangga
mendapat anugrah yang menguntungkan maka syukur dan gembira layak juga untuk
kita rasa, saat tetangga mendapat kesempitan hidup maka sangat wajar raut wajah
kita juga mulai redup.
Maka
di tahun-tahun ini, parameter persaudaraan kita dalam beriman sedang dalam
ujian. Muslim Rohingya, Afrika Tengah, Mesir, Palestina, Syiria dan segenap
bumi kaum muslim lainnya sedang dilanda ujian yang sangat berat.
Bila
ujian keimanan kita selama ini masih di level psikologis seperti iri terhadap
teman atau gengsi menggunakan atribut keislaman maka saudara-saudara kita di
sana sudah siap dengan ujian kehilangan nyawa, perampokan ruman dan kampung halaman
bahkan siap untuk kehilangan kehormatan, ujian mereka adalah kenaikan tingkatan
keimanan. Sedangkan ujian bagi kita tentang saudara adalah masihkah kita merasakan
apa yang mereka rasa? Masihkah kita nyaman dengan sabun Johnson yang
dengannya Israel menembaki bayi Palestina? Masih nikmatkah kopi Starbucks
saat dengannya Israel meruntuhkan masjid dan perumahan penduduk dengan sengaja?
Muslim
palestina, Syuria, Mesir, Afrika dan Rohingya adalah bagian dari kita, mereka
adalah hati dan jantung bagi umat Islam dunia. Mereka perlu dibela, dibantu dan
diperjuangkan. Allahu akbar, wa huwal musta’ân!