- Back to Home »
- Pemikiran »
- PEMBELAJARAN BAHASA ARAB MELALUI MEDIA ELEKTRONIK RADIO
Posted by : Alamin Rayyiis
Jumat, 22 Agustus 2014
- PENTINGNYA
BAHASA ARAB; FAKTOR KEAGAMAAN DAN FAKTOR GLOBALISASI
Hal mendasar yang kita tahu tentang al-Quran adalah,
bahwa segala yang termaktub di dalamnya merupakan wahyu Allah swt., kosakata,
uslub, penempatan ayat, urutan surat dan bahasa, semuanya didasarkan pada grand
design. Kemampuan editing dan layouting dari lauful mahfudz oleh Yang Mahatahu
menjadikan al-Quran sebagai kitab segala
rujukan.
Sebuah kata yang, sekedar tersebut di dalam al-Quran
saja seharusnya sudah membuat para pembaca memberikan perhatian penuh terhadap
kosakata itu; buah tin, zaytun, jahe, semut, laba-laba, gajah, bumi, bintang,
matahari dan lain sebagainya. Sangat tidak mungkin bila sebuah kata termuat
dalam al-Quran dan hanya dimaksudkan sebagai penghias dan pelengkap EYD saja.
Ada keajaiban-keajaiban yang seiring berjalannya waktu akan terungkap, sisi
sains maupun humaniora.
al-Quran yang menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa
tunggal mempunyai alasan tersendiri, faktor holistik, faktor alam dan
kemanusiaan lainnya turut menjadi hikmah yang menegaskan keajaiban al-Quran. إنا أنزلناه قرأنا عربيا لعلكم تعقلون ‘Sesungguhnya telah kami turunkan al-Quran menggunakan bahasa Arab
agar kalian memahaminya’. Korelasi ayat di atas menarik bila kita kaji lebih
lanjut, penggunaan bahasa Arab dalam al-Quran disinkronkan dengan tujuan agar
kita memahaminya.
Di beberapa terjemahan kementerian agama tertulis
menggunakan redaksi ‘agar kalian memahami/mengerti’, tapi bila kita kembalikan
ke makna bahasa تعقلون mempunyai arti spesifik dan berbeda dari sekedar memahami.
‘Aqlun adalah ikatan , artinya segala sesuatu mempunyai standar keabsahan
tersendiri, tentang kebaikan maupun keburukan. Dari pemahaman terminologi di
atas bisa kita hipotesakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan gama;
akidah, syari’at ataupun kisah-kisah dalam al-Quran sejatinya mempunyai dasar
pemahaman awal atau al-ma’na al-qarîb dalam al-Quran yang dimanifestasikan
dari bahasa Arab.
Faktor di atas paling tidak mewakili dimensi
holistik dari bahasa Arab. Faktor lain yang juga menguatkan adalah, bahwa
bahasa Arab merupakan bahasa akhirat. Sejak alam barzakh, padang mahsyar hingga
digiringnya manusia menjadi dua kelompok besar, ashâbul yamîn dan ashâbus
syimâl.
Lebih dari itu, dalam dimensi ilmu bahasa atau linguistic
bahasa Arab mempunyai peran tersendiri dalam berkembangnya studi etnologi,
melacak bagaimana perkembangan etnis dan budaya di atas bumi ini. Kita banyak
menemukan bahasa-bahasa serapan yang bersumber dari bahasa Arab, hal itu bisa
ditegaskan dari pengakuan Zigrid Hunge dalam Syamsul ‘Arab Tastha’ alal
Gharb, bisa dikatakan sebagai pakar ethnologi berkebangsaan Prancis yang dengan
jeli memperhatikan transformasi istilah yang berkembang antara Arab dan bangsa
lain yang secara tidak langsung ter-asimilasi-kan dengan kesamaan istilah dalam
bahasa mereka.
Berbicara tentang bahasa Arab tentu tidak lengkap
bila tidak menyertakan pakar linguistik kenamaan, pengarang fiqhul lughoh. Keunikan bahasa ini
hampir terdapat pada seluruh komponen, per-huruf, per-kata, per-uslub. Balaghoh,
badi’, ma’ani-nya mempunyai pembahasan tersendiri. Struktur bahasa yang hampir
tidak disamai dengan bahasa lainnya.
Pembahasan di atas mewakili pentingnya mempelajari
bahasa Arab dari segi holistik al-Quran, bahasa Tuhan, ethnologi maupun
linguistic bahasa Arab itu sendiri. Terlepas dari itu, apakah bahasa Arab
mempunyai daya tawar tersendiri dalam kancah global? Ataukah ia hanya menjadi
pemanis ustadz-ustadz dalam ceramah mereka saat mengutip bait-bait indah syair
Imam Syafi’i?
Perlu kita ketahui bahwa Arab tidaklah terbatas pada
Arab Saudi saja seperti yang diduga oleh orang awam kebanyakan. Arab sebagai
bahasa atau bangsa terbentang dari benua Asia dan Afrika. Sedangkan Arab
sebagai semangat beragama atau sebagai icon Islam tersebar secara massif di
seluruh dunia. Artinya, bahasa Arab sejak awal sudah mempunyai potensi global.
Potensi bangsa-bangsa Arab selama ini dipandang
sebagai negara dengan padang tandus, panas, berdebu, hitam kecoklatan atau
perpektif pasif lainnya. Tapi sebenarnya dibalik itu Arab mempunyai sumber alam
yang spesial, ibarat pepatah don’t judge the book by it’s cover, maka
jangan menilai negara Arab dari permukaan. Jauh di dalam timbunan padang tandus
tersebut, alamnya melimpah ruahkan sumber energi bagi manusia. Perut buminya
mengalirkan minyak bumi dan menyimpan jutaan kubik gas yang bahkan membuat
bangsa Eropa dan Amerika iri dan perlu untuk mengambilnya, dengan cara apapun,
investasi maupun invasi.
Melihat daftar kekayaan sumber daya alam bangsa Arab
yang demikian memukau, hal itu membuat siapa saja yang ingin mencicipi kekayaan
mereka mengharuskan menguasai bahasa Arab, dan perlu ditekankan bahwa,
penguasaan terhadap bahasa adalah pengetahuan tentang budaya mereka, tentang
karakter penduduk, kearifan lokal, papan-sandang-pangan mereka dan lain
sebagainya.
Disamping itu, kemampuan bangsa Arab sendiri masih
terbatas, bagaimana mereka mengolah dan mengeksplorasi hasil bumi mereka,
pastilah mereka membutuhkan peran ‘luar’ sebagai partner bekerja. Dan kebutuhan
bahasa Arab dalam mengkomunikasikan antar pihak itulah yang kami anggap penting
dan menjadi sebuah keniscayaan. Tentunya dibarengi dengan kapasitas negara dan
bidang apa yang membutuhkan. Pembantu rumah tangga, investasi perusahaan
seperti yang dilakukan oleh Elang Group pada perusahaan Sadco, home staff atau
local staff di kedutaan, perusahaan pengeboran minyak dll.
Sebaliknya, bahasa Arab juga menjembatani para
investor Arab yang ingin menanamkan modal mereka di Indonesia, Malaysia atau
negara muslim lainnya. Perlu kita tahu bahwa para pelancong negara Arab
ternyata lebih memilih Malaysia sebagai tempat wisata mereka ketimbang
Indonesia, hal itu bisa diindikasikan dari banyaknya hotel syari’ah, kafe
syari’ah atau fasilitas-fasilitas umum yang lebih bernuansa islami. Maka banyak
sekali investor-investor Arab yang berkepentingan dalam ‘Arabisasi’ perusahaan
di Indonesia.
Hal tersebut terbukti dalam skala internasional,
dimana perusahaan sponsor klub bola seperti Barcelona dengan Qathar Charity,
Manchester City dengan Etihad, Arsenal dengan Emirate, bahkan secara
kepemilikan saham mereka berani menanamkan modal besar-besaran. Atau dalam
skala nasional di Indonesia, penulis dalam sementara waktu pernah bergabung
dalam sebuah group kecil yang memfasilitasi dan memediasi antara investor
Qathar dengan target tanah, hotel dan perusahaan di Indonesia. Semuanya tidak
terlepas dari proposal-proposal sponshorship yang berbahasa Arab.
Kita juga tahu bahwa banyak dana sosial yang
dikucurkan oleh negara-negara Arab melalui WAMY, AMCF, atau dermawan-dermawan
yang tidak masuk dalam intansi apapun, mereka membutuhkan komunikasi dengan
bahasa Arab ketika berinteraksi dengan masyrakat Indonesia, secara dialog
harian, laporan-laporan administrasi, semuanya tidak bisa terlepas dari latar
belakang kemampuan berbahasa Arab.
- KOMUNITAS
BAHASA ARAB DI INDONESIA
Keberadaan bahasa Arab di bumi Indonesia mempunyai
umur yang sama panjangnya dengan nenek moyang kita, versi sejarah yang sudah
tereduksi menyebutkan baru-baru saja di abad 13 masehi, akan tetapi menurut
testimoni sejarawan-sejarawan muslim lain disebutkan keberadaan bahasa Arab di
Indonesia adalah sejak masa-masa khulafaur rasyidin yaitu abad 7 masehi.
Bahkan ulama kita zaman dahulu lebih memilih bahasa
jawa yang ditulis menggunakan huruf-huruf Arab sebagai media penulisan
buku-buku agama, Arab pegon. Para Kyai seperti Bishri Musthofa dengan Tafsir
al-Ibriz, Mishbah Musthofa dan lain sebagainya sudah menggunakan Arab pegon
sebagai media tulisan ilmiah mereka. Dan hal itu dipelajari sejak dulu hingga
sekarang, pembelajaran model klasik seperti sorogan dengan menggunakan diktat
berbahasa Arab.
Pondok-pondok modern atau klasik, yang berformat
formal swasta (MTs/MA sederajat) maupun pondok tradisional ala ‘kalong’
(menimba ilmu formal di luar) dan menimba ilmu keagamaan di dalam asrama
pondok, dari dulu hingga sekarang masih menunjukan eksistensinya dengan bahasa Arab
sebagai bahasa utama untuk diajarkan. Dan lebih dari itu, sekolah-sekolah
formal dibawah kementerian agama, MTsN/MAN juga menjadikan
pembelajaran-pembelajaran bahasa Arab sebagai salah satu materi inti.
Tidak cukup sampai di situ, kursus-kursus intensif
seperti yang ada di Kampung Ingrris, Pare, juga cukup menggeliat, pembelajaran
bahasa Arab di tingkat perguruan tinggi juga tidak terhitung lagi jumlahnya,
entah di jurusan sastra Arab maupun jurusan Agama Islam. Semuanya mensyaratkan
bahasa Arab sebagai materi inti yang harus dipelajari.
Artinya, komunitas bahasa Arab di Indonesia tidak
bisa lagi dipandang sebelah mata, jutaan orang sudah mengenal pembelajaran
bahasa Arab di instansi mereka masing-masing, dengan fluktuasi kemampuan yang
bisa dibilang mencolok. Peserta didik di Gontor misalkan, setelah menguasai
bahasa Arab hingga level membaca Arab gundul ternyata harus dihadapkan
dengan dasar-dasar bahasa Arab lagi, dan itu justru ketika ia naik di jenjang
pendidikan perguruan tinggi di fakultas keagamaan maupun sastra Arab. Atau
peserta didik di Mts maupun MA yang bisa jadi kemampuan bahasa Arab mereka
terbatas pada kosakata ism, maupun dialog harian seperti greeting atau
dialog dasar lainnya.
Oleh karena itu, perlu ada pembiasaan berbahasa Arab
di jenjang yang lain, dengan fasilitas yang lebih mudah terjangkau, menghibur,
dan familiar di masyarakat. Kita harus menghindari stigma; setelah lulus dari
pondok atau MA maka bahasa Arab tersebut nganggur karena tidak mendapatkan
ruang lingkup yang dengannya mereka menyalurkan bakat bahasa. Fasilitas kita
dalam mengapresiasi kemampuan berbahasa Arab masih terbatas pada
batasan-batasan formal seperti lomba pidato tiga bahasa. Belum menyentuh
tataran bawah. Maka, sangat disayangkan apabila pengenalan dan kemampuan bahasa
Arab yang selama ini didedikasikan oleh para pendidik hilang begitu saja
setelah mereka keluar dari lembaga pendidikan tersebut.
- RADIO
SEBAGAI MEDIA ELEKTRONIK YANG FLEKSIBEL
Radio adalah salah satu media elektronik yang
familiar di hati masyarakat, keberadaannya yang sudah lama membersamai
masa-masa senggang, menjadi sumber dan rujukan informasi, hingga sebagai media
pembelajaran; agama, bahasa atau tema-tema humaniora. Keberadaannya mudah
dijangkau oleh ekonomi masyarakat manapun, kaum tani maupun mahasiswa di
Harvard University, semuanya bisa menikmati hidangan para DJ yang mengudara.
Maka tidak jarang, fenomena sosial masyarakat kita
erat hubungannya dengan apa yang dibawakan oleh radio. Apa yang mereka dengar
turut membentuk kepribadian masyarakat, secara sadar atau bawah sadar. Berbagai
ungkapan dan gaya bicara sedikit banyak juga dipengaruhi oleh media elektronik
ini. Di ruang itulah kita sebagai media dakwah agama dan pembelajaran bahasa
masuk di sela-sela hiruk pikuknya aktifitas masyarakat.
Dari pihak penyelenggara pun tidak membutuhkan
peralatan berat layaknya stasiun televisi. Hanya dibutuhkan antena trasmiter,
ruang studio untuk rekaman, mixer dan komputer operator, maka seorang penyiar sebagai DJ lagu, pengajar,
penceramah, entertainer dan sebagainya sudah mampu mengudarakan materi yang
ingin mereka sampaikan. Oleh karena itu keberadaan stasiun radio mempunyai
frekuensi kwantitas yang lebih banyak dari stasiun televisi. Di tingkat
kabupaten, bisa kita temukan berbagai radio lokal yang mengudara.
Bila perangkat radio zaman dahulu masih berupa combo
besar yang sulit untuk dibawa kemana-mana, maka radio sekarang sudah dalam
bentuk yang lebih mini dan efisien. Radio sekarang sudah masuk dalam komponen
hp, mp3 maupun streaming internet. Hal itu tentunya, lebih memudahkan audience
untuk selalu stay tune di radio kesayangan mereka masing-masing.
- METODE
PEMBELAJARAN BAHASA MELALUI RADIO
Impian untuk mengudarakan bahasa Arab dan membumikan
bahasa al-Quran ini bisa kita mulai dengan menempatkannya sebagai materi acara
di sebuah stasiun radio. Acara-acara edukasi tersebut tentunya harus tetap
menimbang kemampuan dari komunitas audience. Format yang dibawakan bisa dalam
bentuk pembelajaran formal maupun bentuk entertaiment. Bisa dengan menggunakan
bahasa Indonesia dan Arab, sekalipun tentunya porsi penyampaian dengan bahasa Arab
harus lebih dominan.
1. Request
lagu dan kirim salam
2. Biografi
sahabat
3. Cerita
inspiratif
4. Drama
5. Berita
6. Talk
Show
7. Terjemah Fauri buku tafsir – Syarh
Hadits
8. Kuis
atau tebak-tebakan
Format program di atas tentunya harus dirancang
seprofesional mungkin; penanggungjawab acara, materi, penyiar, komunitas
pendengar, sehingga keberadaan acara tersebut tetap mempunyai bargaining
dan branding position. Program-program di atas bisa dikemas dalam acara
inti sebuah radio maupun sebagai sesi pelengkap di sela-sela acara.