- Back to Home »
- Ruhaniyat »
- Hanya Adam Yang Tidak Dilahirkan
Posted by : Alamin Rayyiis
Selasa, 06 Januari 2015
Hanya Adam yang tidak dilahirkan.
Allah menciptakan manusia diawali dengan gumpalan tanah bumi yang dibentuk
menjadi sosok makhluk bernama Adam alaihissalam. Dan setelah itu
diciptakanlah seorang calon ibu bernama Hawa. Keduanya tidak mempunyai orangtua
yang harus ditaati, melainkan hanya diperintahkan menghamba dan mengesakan Sang
Pencipta. Setelah itu, keduanya adalah orangtua dari anak cucunya, dan sejak
saat itulah, setelah Allah mengajarkan ketauhidan, Allah menambahkan ajaran
pokok dalam agama-agama samawi dalam bentuk ‘berbakti kepada orang tua’, ajaran
itu berlaku bagi semua anak manusia yang pernah dilahirkan dari rahim sang bunda.
Allah berfirman di surat
al-Isra’ ayat 23-24 yang artinya: (23) Dan Tuhanmu Telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia (24) Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik
Aku waktu kecil".
Ada beberapa kata kunci penting terkait dengan ayat di atas, antaranya
adalah 1). Larangan menyekutukan Allah 2). Berbuat baik pada Orang Tua 3). Larangan
berkata ‘ah’ dan berlaku kasar 4). Berbagi kasih sayang pada mereka.
Mengesakan Allah dan larangan menyekutukan-Nya merupakan ajaran inti
semua agama samawi, wasiat yang telah diserukan oleh Adam hingga Muhammad saw.
Berpegang pada tauhid dan menjauhi praktik syirik adalah satu-satunya kunci
dimana seorang manusia ditentukan tempat kembalinya, surga atau neraka? Logika
manusia, psikologi jiwa dan wahyu Allah telah menetapkan bahwa sudah fitrah
bagi manusia untuk menghamba pada Tuhan Yang Esa. Tidak sekedar beribadah
kepada Allah, kita juga tetap dilarang menyekutukannya, artinya tidak ada ruang
campuran antara menghamba kepada Allah tapi di waktu yang sama masih menghamba
pada dzat lainnya.
Setelah firman tentang ketauhidan, Allah menyambungnya dengan perintah
berbuat baik kepada orang tua. Penempatan sebuah ayat seperti itu tentunya
bukan tanpa alasan, urutan kata-kata yang sedemikian rupa mempunyai titik tekan
harmonisasi munasabah tersendiri. Dimana berbuat baik kepada orang tua
‘disejajarkan’ dengan perintah mengesakan Allah swt., hal itu bisa kita pahami
bahwa dua perintah itu mempunyai nilai agung serta mempunyai muatan kewajiban
yang sama. Bukankah Rasul juga berfirman bahwa ‘Ridho Allah terletak pada
ridho orang tua, dan murka Allah terletak pada murka orang tua’. Ada garis
vertikal yang menyambungkan struktur ketaatan dari seorang anak terhadap orang
tua hingga berlanjut pada ketaatan Allah swt.
Satu lagi yang perlu ditekankan adalah, bila kita diperintahkan
menghamba Allah dan diwaktu yang sama dilarang untuk menyekutukannya, maka
dalam konteks berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, kita juga harus menghindarkan
semua perbuatan yang mendurhakai keduanya. Sebenarnya ketika Allah berfirman
dengan -wa bil wâlidaini ihsanan-, dan berbuat baiklah kepada orang tua,
hal itu sudah cukup dipahami bahwa berbuat tidak baik kepada mereka merupakan
hal yang dilarang, kesimpulan itu bisa kita ambil dengan pemahaman baliknya
atau mafhum mukhâlafah; perintah berbuat baik kepada orang tua lawannya
adalah larangan berbuat buruk kepada keduanya. Tapi untuk konteks orangtua
sepertinya Allah memberikan tempat spesial di dalam kalam-Nya, karena perintah
dan larangan di atas keduanya tersebut secara eksplisit.
Ketika Allah menyeru semua anak manusia agar taat dan berbuat baik
kepada kedua orangtuanya, Allah sebagai Dzat Mahatahu paham bahwa kedua
orangtua kita adalah sosok manusia. Allah tidak memerintahkan kita agar
menganggap ayah dan ibu sebagai malaikat dalam arti sebenarnya, ayah dan ibu
dalam kapasitasnya sebagai manusia bukanlah malaikat yang tidak mempunyai salah
dan dosa. Ayah dan ibu yang kepadanya diperintahkan untuk taat adalah ayah ibu
yang memungkinkan berbuat salah dan alfa.
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa bertambahnya umur orang tua kita maka,
berjalanlah sunah kauniyah terhadap keduanya. Setiap manusia akan mengalami
siklus dan periode dimana mereka pertama kali dilahirkan sebagai bayi yang
lemah, dewasa menjadi kuat, kemudian bertambah tua bersama kembalinya kelemahan
yang dulu ada. Di masa tua inilah orang tua kita rentan terhadap
kelemahan-kelemahan fisik, wajah teduh yang terbalut kulit keriput, pendengaran
dan penglihatan yang berkurang, langkah kaki yang kembali tertatih, dan
cengkeraman tangan yang tidak lagi berotot. Semuanya serba merepotkan si anak.
Tapi justru di masa-masa inilah Allah mengingatkan seorang anak untuk lebih
berhati-hati dalam merawatnya.
Wa lâ taqul lahumâ uff. Dan janganlah kamu berkata ‘ah’.
‘Ah’ adalah ungkapan penolakan yang paling ‘santun’ bila dibanding dengan
ungkapan lain yang mengekspresikan penolakan terhadap orangtua. Tapi seperti
itulah Allah memuliakan kedua orangtua, sekedar berkata ‘ah’ saja tidak
diperbolehkan bagi seorang anak ketika menolak perintah atau anjuran dari mereka,
bahwa terkadang kita tidak bisa dan tidak mampu melakukan semua perintah ayah
maupun ibu, haruslah hal itu diungkapkan dengan kata-kata yang baik, ungkapkan
keengganan kita dengan tutur kata yang lembut dan sertakan alasan kenapa kita
tidak bisa melakukan perintah mereka. ‘Ah’, dua huruf itu sangat tidak pantas
untuk berapologi terhadap dua orangtua kita.
Maka, Mahabenar Allah dengan sabda Rasul-Nya; Suatu ketika datang
seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang siapakah yang berhak
mendapatkan cinta dan kasih sayangnya. Rasul pun menjawab ‘ibumu’, tatkala
sahabat melanjutkan pertanyaan yang sama, Rasul pun mengulangi jawaban yang
sama sebanyak 3 kali secara berurutan, baru setelah itu ‘ayah’lah orang yang
harus kita berikan cinta dan kasih sayang kepadanya.
#Outline Syari’at:
- Al-ummu madrasatun idza a’dadtaha …
- Ya rasulullah man ahaqqu bi mushohabati …
- Ibu melahirkan anak adalah jihad
- Lelaki mencari nafkah untuk keluarga
adalah jihad
- Surat al-Isra’; wa qadha rabbuka … wa la
taqul lahuma uffin …
- Ridhallah fi ridhal walidaini …
Mantap, gan. Keep writing! :)
BalasHapus