- Back to Home »
- Pendidikan »
- PERGILAH, dan KEMBALILAH untuk DIMSA
Posted by : Alamin Rayyiis
Jumat, 06 Juni 2014
Air mempunyai
siklus yang abadi dan rutin, oleh karena itu ia dikatakan sebagai sumber daya
alam yang dapat diperbaharui. Keberadaannya selalu ada untuk manusia, karena
air mempunyai sistem regenerasi yang tiada henti. Di hilir akan selalu ada air
selama hulu tetap mengalir.
Siklus air
bisa digolongkan menjadi dua bagian besar; bawah dan atas. Selama di bawah, air mengikuti hukum alam di mana ia
akan selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Es kutub mencair menjadi
gletser, di dalam gunung memancarkan mata air, di pedalaman hutan menyimpan
jutan kubik air, semua akan bermuara pada sungai yang akhirnya bertemu bersama
di samudra.
Dari samudra,
air bumi menguap menuju langit dan menggumpal menjadi awan hitam. Air tahu
bahwa ia diciptakan tidak untuk mengisi rongga awan, tidak pula untuk menutupi
sinar matahari. Kodratnya adalah menyirami tanaman dan menumbuhkannya, sehingga
petani bisa memanen padi. Dengan titah ilahi, air turun dalam bentuk hujan,
dengan keadilan Allah, semua yang menguap dari bumi dikembalikan dan dibagikan
ke padang tandus yang membutuhkan, hujan membasahi tanah kering kerontang. Air
tahu bahwa bumi yang membutuhkan, bukan langit yang manahan awan. Dari langit
turun ke bumi.
Nabi Muhammad
saw. melakukan safari religi dengan pengawalan ketat malaikat Jibril alaihis
salam, dengan kendaraan nyaman bernama burâq, tempat yang dituju adalah
final destination dari umat manusia, muslim maupun kafir, berharap atau
tidak, akhiratlah tempat kembali. Dan Rasulullah sebagai kekasih Allah sudah
dijamin untuk menghuni surga tertinggi ciptaan-Nya; firdaus al-a’lâ.
Sebenarnya Rasulullah bisa saja memilih untuk berdiam diri di sana selamanya,
menikmati surga dengan segala keindahan dan anugrah dari Sang Mahakuasa. Tetapi
ternyata tidak demikian cara pikir seorang pimpinan dan patriot umat. Dia tidak
ingin melenakan diri dengan kenikmatan sementara umatnya ditinggalkan begitu
saja.
Nabi Muhammad
memilih turun ke bumi, menjadi teladan umat demi kehidupan yang luhur, meniti
tangga syariat dan akidah yang kuat. Dengan berbagai resiko yang menurutnya,
tidak dimaknai sebagai penyesalan dan kekesalan, tapi tantangan dakwah. Hal itu
terbukti di pagi hari saat kembali turun ke bumi setelah ia kabarkan kepada
manusia, bahwa malam tadi ia telah menembus sidratul muntaha, dan saat itu pula
di antara mereka ada yang membenarkan ada pula yang mendustakan. Nabi Muhammad memilih
kembali ke komunitas yang selama ini hidup di tengah-tengahnya, dengan segala
respon yang baik maupun buruk dan segala kemungkinan serta pengkhianatan yang
ada.
Dua ilustrasi
di atas berbicara tentang analogi kehidupan yang tidak terlepas dari
pembelajaran alam dan Muhammad saw. Sang Teladan, yang kemudian kami refleksikan untuk para alumni Dimsa.
Bila kita
tarik pembelajaran tersebut dalam ranah komunitas almamater, pelajar dan alumni
Ponpes Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen, DIMSA, maka sebenarnya kita bisa
bertadabur dan tafakur tentang sikap apa yang seharusnya kita lakukan terkait
dengan lembaga pendidikan yang telah membersamai kita sejak lulus sekolah dasar
sampai sekolah menengah.
DIMSA adalah
tempat kita melalui masa-masa anak ingusan menjadi seseorang yang disebut
dewasa, masa pubertas yang penuh dengan kelabilan mental menjadi sosok yang
penuh dengan ketenangan. Ingatlah saat anda menangis karena berpisah dengan
orang tua, bahkan untuk jangka waktu satu minggu saja, seiring waktu berjalan
kemudian anda menjadi sosok yang tegar ketika berpisah dengan orang tua untuk
bertahun-tahun lamanya. Ingatlah saat anda merengek sedih ketika makanan yang
dibawa dari rumah ludes seketika karena banyak teman meminta, seiring waktu
berjalan maka anda tetap tegar saat anda benar-benar kehilangan sesuatu yang
sangat berharga. DIMSA menjadikan ruang dan waktu yang ada menjadi sebuah
keniscayaan untuk meniti tangga-tangga prestasi.
Rotasi bumi
meniscayakan santri DIMSA untuk menyandang predikat ‘alumni’. Setelah itu,
mereka bertebaran di semua penjuru negeri, melanjutkan jenjang pendidikan yang
lebih tinggi, berjuang meraih gelar sarjana, meniti karir di perusahan swasta
atau mendaftar kerja di lingkungan kementerian negara. Menjadi ilmuwan, pekerja
bisnis, wirausaha, motivator, ustadz dan sederet profesi keren lainnya. Di
level ini, santri-santri itu sama seperti air yang berubah menjadi awan dan
menggantung di atmosfer bumi, atau menjadi Nabi Muhammad saat berada di
sidratul muntaha. Mereka sedang di atas.
Tapi, akankah
kita membiarkan kondisi DIMSA seperti ini? Akankah awan akan selalu manahan
laju hujan bagi tanah dan pepohonan? Akankah Rasulullah hanya menetap di arsy
Tuhan?
DIMSA ibarat
bumi yang sedang melakukan segala aktifitas kehidupan pendidikan, saat ini dan
yang akan datang; kegiatan belajar, membaca al-Quran, dhuha di istirahat
pertama, camping di hutan, qaryah thayyibah di setiap kecamatan, belajar
mengucap Inggris dan Arab dan seabrek aktifitas akademisi lainnya. Sejak
diberdirikan hingga saat ini, DIMSA mempunyai umur dan saripati yang bisa jadi,
sudah habis untuk menutrisi santri dan santriwati. Guru, kyai dan tenaga
pendidik lainnya mempunyai keterbatasan-keterbatasan biologis dan psikologis. Dan
umur DIMSA tidak boleh hanya sebatas kyai-kyainya atau ustadznya. DIMSA harus
lebih panjang umur dari itu semua.
Dan yang
menjamin sebuah organisasi berumur panjang adalah spirit dan visi misi yang
dijalankan, dijaga, sekaligus terevaluasi secara sistem. Sistem meniscayakan
sebuah lembaga mewariskan dan melanggengkan beberapa dimensi yang tidak bisa dilimpahkan
pada manusia dengan level apapun. Manusia adalah mereka yang menjadi eksekutor
di setiap keputusan yang diambil, mereka berbatas umur biologis maupun durasi
kontrak kerja, maka perlu ada yang melanjutkan dan menggantikan.
Dan siapa
yang lebih berhak untuk melanjutkan tongkat estafet pendidikan di lembaga kita?
Alumni DIMSA lebih berhak untuk mengisi kekosongan-kekosongan pondok mereka
dari orang lain. Beban dan tanggungjawab alumni DIMSA lebih besar dari mereka
yang datang dari ‘luar’, sekalipun tentu, jangan pernah merasa besar ketika
kita belum bisa mengakui kebesaran dan kelebihan pihak lain. Perlu belajar dan
berguru dengan pihak lain, untuk kemudian mengambil tesa – antitesa dan
menciptakan sintesa tersendiri.
Untuk para alumni, darah daging antum telah bercampur dengan atom-atom DIMSA.; Pergilah, dan Kembalilah untuk DIMSA!