- Back to Home »
- Ulumul Hadits »
- Hadis Iftiraqul Ummah/ Perpecahan Umat
Posted by : Alamin Rayyiis
Minggu, 18 September 2011
Beberapa
hari yang lalu saya berkesempatan mengedit salah satu tulisan dialog seorang
temen dengan Dekan Fakultas Ushuludin Dr. Thoha Dasuqi Habisyi, sebelum memulai
editing saya dengarkan transkip audio hasil rekaman antara mereka, di sela-sela
dialog itu dengan jelas saya mendengarkan pernyataan dari Dr. Thoha yang
mengatakan bahwa hadits iftiraqul ummah la yashih, entah maksud beliau
apa kami kurang tahu, karena beliau tidak memberikan keterangan kenapa hadits
tersebut tidak shohih, di waktu itu juga saya tanya ke beberapa teman mengenai
komentar beliau terhadap hadits ini, salah satu teman memberi pernyataan bahwa dia juga pernah mendengar/ membaca
komentar serupa dari Syaikh Ali Jum’ah, mufti resmi negara Mesir. Terlepas dari
pernyataan terbatas dari dua orang besar tersebut, hadits perpecahan umat oleh kita
sendiri sudah sering mendengarkan dan membaca, di khutbah-khutbah atau
muhadharah keagamaan, bahkan beberapa buku dan essay ilmiah turut membahasnya,
beredarnya hadits perpecahan umat dan diterimanya hadis tersebut oleh banyak
ulama’ saya kira memberikan indikasi bahwa hadis tersebut tidak seperti yang
dikomentari oleh Dr. Thoha dan Syaikh Ali Jum’ah.
Hadits Iftiraqul Ummah diriwayatkan oleh Abu Dawud, Hakim di Mustadrak, Ibnu Katsir di Nihayah, Imam Tirmidzi
di Sunan Tirmidzi, Darimi di Kitab Sair, Imam Ahmad di Musnad, Ibnu Majah di
Muqaddimah, Thabrani di Mu’jam Kabir dll. Imam Albani memasukkannya dalam
Silsilah Ahadits Shohihah dengan nomor 1492. Itu adalah periwayatan-periwayatan
yang shohih. Di sisi lain, ada satu hadits yang
diriwayatkan oleh Hakim di Mustadrak, Ibnu Majah di Fitan dan Ibnu Abi Ashim di
Sunnah, akan tetapi satu periwayatan ini mempunyai sanad yang dho’if
jiddan.
Itu semua adalah hadits yang berbicara tentang iftiraqul
ummah yang mempunyai redaksi dan kata kunci; Yahudi berpecah sebanyak 71
golongan, Nashrani 72 golongan dan Islam sebanyak 73 golongan dengan beberapa
redaksi lain yang sedikit berbeda. Semuanya berjumlah 5 hadits; 4 hadits
mempunyai rawi sufla Ali, 1 hadits langsung diriwayatkan oleh Tsabit.
Keterangan di atas saya temukan di Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunah wal Jama’ah,
ditulis oleh Syaikh Abu Qasim Hibatullah dan ditahkik oleh Sayyid Umran.
شبكة الدفاع عن السنة, salah
satu forum diskusi di internet, ada ulasan menarik yang ditulis oleh محمد
جاد الزغبي. Beliau menulis bahwa salah satu yang
menyebarkan syubhat hadis di atas adalah Hasan Saqaf yang, menurutnya Hasan
Saqaf – negara Jordan, adalah orang yang dekat dengan pemikiran Muktazilah. Hal
itu ia simpulkan dari begrond Hasan Saqaf ketika berdebat dengan salah satu
peneliti hadis Adnan ‘Ar’ûr di salah satu chanel yang bertajuk Turatsu Syaikhil
Islam Ibnu Taimiyyah. Kecenderungannya terhadap Muktazilah jelas ketika dengan
lantang ia mengkafirkan Ibnu Taimiyyah, mengkategorikan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan sebagai orang Munafik dan bahkan berpendapat al-Quran adalah ciptaan
Allah dan bukan Kalam-Nya.
Paling
tidak ada dua syubhat yang disampaikan oleh Hasan Saqaf; 1) Hadits iftiraqul
ummah/perpecahan umat tidak didapatkan di Shohih Bukhari dan Muslim. 2)
Hadits tersebut juga bertentangan dengan ketetapan dalam al-Quran yang
menyatakan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, sebagai umat terbaik tidak
layak kiranya perpecahannya melebihi dari umat Nasrani dan Yahudi. Atau bisa dibilang
bahwa kritik pertama adalah kirtik sanad hadits, dan kedua adalah kritik matan
hadits.
Adnan
‘Ar’ûr di kesempatan yang sama memberikan ulasan yang menjawab syubhat-syubhat
tersebut. 1) Ketidakberadaan hadits tersebut di Bukhari atau Muslim tidak lantas
menafikan kesohihan suatu hadits. Hadits Bukhari dan Muslim bila tidak diulangi
maka jumlahnya tidak akan melebihi 7000 hadits. Hal tersebut bila dibandingkan
oleh seorang peneliti hadits Dr. Akram ‘Umri maka secara tidak langsung kita
menafikan 90 persent hadits sohih lainnya, karena menurut beliau keseluruhan
hadits sohih dengan segala jalurnya berjumlah 300.000. Lebih dari itu, Imam
Bukhari dan Muslim pun juga tidak menyatakan bahwa apa yang beliau kumpulkan
tidak melingkupi hadits sohih secara keseluruhan, ‘adamu istîâbihima ‘alâl
âhadtis shohîhah kulliha.
2)
Perpecahan umat Islam lebih banyak dibandingkan umat lain, sebagai
konsekwensinya umat Islam dianggap lebih sesat, analogi seperti ini juga tidak
benar. Bahwa, kesesatan diindikasikan hanya dengan banyak perpecahan. Bila kita
melihat jumlah perpecahan Nasrani maka kita akan dapatkan 72, sedangkan Yahudi
71, maka kita akan mendapat kesimpulan bahwa umat Nasrani lebih sesat dari umat
Yahudi, karena jumlah perpecahan Nasrani lebih banyak ketimbang Yahudi. Bila
kesimpulan ini kita kembalikan ke al-Quran maka kita akan dapatkan pertentangan
antar keduanya, karena dalam surat al-Maidah ayat 82 justru umat Yahudi lah
yang lebih sesat dari Nasrani, sebagaimana kita tahu di surat al-Fatihah bahwa
umat yang almagdhûb adalah umat Yahudi karena mereka tahu kitab suci
tetapi tidak mengamalkannya dan bahkan menyelewengkannya, sedangkan umat
Nasrani dikategorikan sebagai adh-dhâllîn, golongan yang sesat karena
tidak mengetahui petunjuk jalan, atau tidak mengetahui kitab suci mereka.
Point
lain yang masih berhubungan dengan syubhat nomor dua adalah, bahwa umat Islam
terpecah menjadi 73 golongan; 72 masuk ke dalam neraka dan hanya 1 yang
selamat. Akan tetapi, dalam kajian ilmu kalam masuknya 72 golongan ke neraka tidak
kekal sebagaimana masuknya keseluruhan golongan Nasrani dan Yahudi ke neraka
yang kekal. Point lain adalah, diantara golongan-golongan Nasrani dan Yahudi
tidak satu pun diantara mereka yang dijamin dengan keselamtan, berbeda dengan
perpecahannya umat Islam, dari 73 golongan, 1 darinya masih dijanjikan dengan
keselamatan.